Wednesday, October 29, 2014

Memecahkan Barang Berarti Membeli

بسم الله الرحمن الرحيم
Assalaamu Alaykum Wa Rahmatullaahi Wa Barakaatuh
 اللهم صل على محمد وآل محمد




Di sebagian supermarket tertulis sebuah kalimat "MEMECAHKAN BERARTI MEMBELI". Bolehkah kalimat ini diberlakukan menurut Islam?
Jawaban:
Kalimat ini salah dan harus diluruskan sebelum diterapkan. Seharusnya ditulis "MEMECAHKAN HARUS MENGGANTI RUGI".
Bedanya adalah:
# MEMBELI berarti mengganti harga jual, yang di dalamnya termasuk keuntungan pedagang.
# MENGGANTI RUGI berarti hanya mengganti modal, tidak termasuk keuntungan.
Syaikh Saad Asy-Syitsriy pernah mengatakan, saat beberapa tahun lalu saya bertanya selepas kajian beliau di Riyadh,
من كسر فقد اشترى - هذا خطأ
Barang siapa yang memecahkan dia harus membeli - Ini pernyataan yang salah
الصحيح: من كسر فعليه الضمان
Yang benar : Barang siapa yang memecahkan dia harus mengganti rugi
Ketika saya menjajaki pendapat sebagian orang dengan memposting pertanyaan ini di Telegram, Whatsapp dan Facebook, ada  pernyataan/pertanyaan menarik dari sebagian teman. Misalnya:
1. Sebagian mengatakan, "Kalimat di atas hanya boleh diterapkan kepada orang yang memecahkan dengan kesengajaan. Jika tidak maka tidak."
Jawabannya:
Salah satu kaidah fikih berbunyi
الإِتْلاَفُ يَسْتَوِيْ فِيْهِ الْمُتَعَمِّدُ وَالْجَاهِلُ وَالنَّاسِيْ
Maknanya: Kerosakan  itu dianggap sama, baik dilakukan dengan sengaja maupun tidak, misalnya karena faktor ketidaktahuan atau kelupaan.
Sengaja memecahkan atau tidak sama saja. Orang yang memecahkan harus bertanggung jawab. Hanya saja, tanggung jawabnya hanya sebatas ganti modalnya, bukan harga jualnya.
2. Ada lagi yang mengatakan, "Pemilik barang tidak boleh memaksa untuk mengganti. Kan ada kaidah fikih yang berbunyi
لاَ بُدَّ مِنَ التَّرَاضِي فِي جَمِيْعِ عُقُوْدِ الْمُعَاوَضَاتِ وَعُقُوْدِ التَّبَرُّعَاتِ
(harus ada saling ridha dalam setiap akad mu'awadhat (bisnis) ataupun tabarru'at (donasi).
Jadi, sengaja atau tidak, tetap tidak boleh dipaksa mengganti."
Jawabannya:
Dalam 'urf kita, masuknya pengunjung ke dalam supermarket menunjukkan ridhanya untuk menerima segala aturan dan resiko/konsekuensi yang diberlakukan oleh pemilik supermarket, selama aturan tersebut tidak menyalahi syari'at. Salah satunya, kewajiban bertanggung jawab untuk mengganti rugi bila memecahkan/merusak barang.
Demikian penjelasan singkat masalah ini.
Semoga bermanfaat, khususnya untuk para ikhwan yang punya usaha/dagang yang ada unsur pecah belahnya.
Dijawab oleh ustadz Muflih Safitra (Beliau merupakan dai dari Balikpapan yang lama menimba ilmu Timur Tengah)

No comments: